Kerajaan Majapahit
Disusun
Oleh :
Isma
Barokah (12406241010)
Imam
Sulkhan (12406241017)
Ita
Chorizannah (12406241019)
Isti
Manilai (12406241029)
Irza F (12406241044)
Septian
Teguh W (12406241035)
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Raden
Wijaya yang sedang dikejar tentara Kediri, terpaksa melarikan diri setelha
mendengar bawa Singhasari telah jatuh dan Arddharaja kemudian berbalik memihak
Kediri. Dengan bantuan lurah desa Kudadu, Raden Wijaya dapat menyeberang ke
Madura. Tujuannya ialah untuk mencari perlindungan dan bantuan kepada Wiraraja
di Sungeneb. Atas nasehat Wiraraja, Raden Wijaya pergi ke Kediri untuk
menghambakan diri kepada Jayakatwang. Raden Wijaya dianugrahi tanah di desa
Tarik, dengan bantuan orang-orang Madura tanah yang masih berupa hutan tersebut
dibuka dan menjadi desa yang subur dengan nama Majapahit.
Dengan
memanfaatkan tentara Tiongkok yang hendak membalas penghinaan yang dilakukan
Krtanagara terhadap Kubilai Khan, Raden Wijaya menggabungkan diri guna
menggempur kekuatan Kediri. Karena hal tersebut kekuatan Kediri dipaksa untuk
menyerah. Dengan taktik perang yang brilian, Raden Wijaya berhasil melakukan
serangan-serangan terhadap tentara Tiongkok dan berhasil memukul mundur mereka
dengan meninggalkan banyak korban. Dengan diperkuat oleh pasukan-pasukan
Singhasari yang kembali dari Sumatera, Raden Wijaya menjadi raja pertama
kerajaan Majapahit, dengan gelar Krtarajasa Jayawardhana.
Krtarajasa
wafat tahun 1309, dan dagantikan oleh Jayanagara sampai tahun 1328,
pemerintahan Jayanagara menjumpai banyak kesulitan. Pemerintahan dilanjutkan
oleh Tribuwana dari tahun 1328-1350. Tahkta kemudian diberikan pada Hayam Wuruk
dengan gelar Rajasanagara, dengan Gajahmada sebagai patihnya. Saat pemerintahan
Hayam Wuruk inilah Majapahit mengalami jaman keemasannya. Sumpah Palapa Gajah
Mada dapat terlaksana, dan seluruh kepulauan Indonesia, bahkan juga jazirah
Malaka mengibarkan panji-panji Majapahit. Gajah Mada meninggal pada tahun 1364,
dan apa yang dulu dipegang olehnya sekarang diserahkan kepada empat orang
menteri.
Hayam
Wuruk wafat pada tahun 1389, dan digantikan oleh Wirakramawardhana sampai tahun
1429. Sejak pemerintahan Wirakramawardhana eksistensi Majapahit makin lama
makin pudar. Hal ini disebabkan oleh perang saudara antar para keluarga raja,
hilangnya kekuasaan pusat diluar daerah sekitar ibu kota Majapahit, dan
penyebaran agama Islam yang sejak ±1400 berpusat di Malaka dan disertai dengan
timbulnya kerajaan-kerajaan Islam yang menentang kekuatan Majapahit.
Peristiwa-peristiwa itu menandai masa runtuhnya kerajaan Majapahit yang tadinya
mempersatukan seluruh Nusantara.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
awal mula berdirinya kerajaan Majapahit ?
2. Siapa
raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Majapahit ?
3. Bagaimana
tata Negara dan perundang-undangan kerajaan Majapahit ?
4. Bagaimana
Proses runtuhnya kerajaan Majapahit ?
C. Tujuan
1. Mengetahui
awal mula berdirinya kerajaan Majapahit.
2. Mengetahui
raja-raja yang pernah memerintah kerajaan Majapahit.
3. Mengetahui
tata Negara dan perundang-undangan kerajaan Majapahit.
4. Mengetahui
proses runtuhnya kerajaan Majapahit.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Berdirinya
Kerajaan Majapahit
Kertanegara
adalah anak laki-laki dari Shri Ranggawuni. Sedangkan Mahisa Campaka mempunyai anak
laki-laki yang bernama Raden Wijaya. Kertanegara menjadi raja, dengan gelar
Shiwa Buddha. Seorang keturunan orang tetua ( yang dituakan) di Nangka yang
bernama Banyak Widhe, sebutannya Arya Wiraraja yang ternyata tidak dipercaya
lalu dijauhkan dan disuruh menjadi Adipati di Sumenep di Madura sebelah Timur.
Padahal di Sumenep saat itu sudah ada patihnya yang baru saja naik tahta
bernama Mpu Raganata. Ia selalu memberi nasehat untuk keselamatan raja, tetapi
ia tidak dihiraukan oleh Sri Kertanegara. Karena itu Mpu Raganata meletakkan
jabatannya dan tak lagi menjadi patih yang kemudian diganti oleh Kebo Tengah
Panji Aragani.
Mpu
Raganata kemudian menjadi Adiyaksa di Tumapel. Pada waktu itu Sri
Kertanegara memerintah untuk melenyapkan
seorang kelana bernama Baya. Sesudah kelana itu mati, ia memberi perintah
kepada rakyatnya untuk menyerang Melayu.
Panji Aragani mengantarkan sampai di Tuban. Sedatangnya di Tumapel, sang Panji
Aragani mempersembahkan makanan setiap hari dan raja Kertanegara
bersenang-senang.
Perselisihan antara Kertanegara dengan raja
Katong di Daha Pura Raya. Dia menjadi musuh raja kertanegara karena lengah
terhadapa usaha musuh yang sedang mencari kesempatan dan ketepatan waktu,
tetapi ia tidak menyadari kesalahanya pada peristiwa penyerangan Melayu, banyak
widhe berumur 40 tahun ia berteman dengan raja jayakatwang. Banyak widhe yang
bergelar Arya Wiraraja dari madura itu mengadakan hubungan dan berkirim utusan
dari Madura.
Sekarang
raja Jayakatwang mnyerang Tumapel. Prajurit Daha Pura Raya yang melalui jalan
utara itu berhenti di Memiling. Sekarang Raden Wijaya di tunjuk untuk berperang
melawan prajurit Tumapel. Berangkatlah Raden Wijaya disertai para ksatria
terkemuka, Banyak Kapuk, Ranggalawe, Pedang, Sora, Dangdi, Ki Ageng Gajah
Pagon, anak Wiraraja yang bernama Nambi, Peteng, dan Wirot. Kemudian
orang-orang DahaPura Raya melarikan diri dari daerah utara itu, di kejar dan di
buru oleh Raden Wijaya.Kemudian turunlah prajurit besar dari Daha Pura Raya
yang dating dari tepi sungai Aksa, menuju kedaerah Lawor. Sedatangnya di Sidaba
wana langsung menuju Singasari. Yang menjadi prajurit utama dari prajurit Daha Pura
Raya sebelah selatan adalah patih Daha Pura Raya Kebo Mundarang, Pudot, dan Bawong.
Ketika Bathara Raja Kertanegara sedang minum-minuman keras dengan patih, maka pada
waktu itu iadi kalahkan. Semua gugur.Kebo Tengah yang melakukan pembalasan,
meninggal di Manguntur.
Dalam
sebuah prasasti diceritakan, pada tahun 1292 terjadi peristiwa besar dalam sejarah
yaitu peristiwa Singasari yang berhasil dikuasai oleh Jayakatwang yang kemudian
mengangkat dirinya sebagai raja. Ada seberkas cerita yang benar-benar menggemparkan,
seusai perang berkecamuk, putra menantu Prabu Kertanegara yaitu Raden Wijaya berhasil
meloloskan diri dari kejaran musuh serta menyeberangi lautan dan minta perlindungan
kepada Adipati Wiraraja di Sumenep. Berkatusaha Adipati Wiraraja, Raden Wijaya berhasil
mendapat pengampunan dari Jayakatwang yang kemudian mendapat bumi perdikan (tanahhibah) di daerahTarik.
Konon
ada sebagian hutan yang tidak terlindungi oleh pepohonan, oleh karenanya di saat purnama sinar sang
Candra menembus menerangi tengah hutan, kemudian bumi perdikan juga disebut dengan
Tarang Bulan yang kemudian berubah menjadi Trowulan. Rimbaraya segera dibuka
menjadi desa yang disebut Majapahit, suatu nama sebagai catatan sejarah bahwa
pada saat itu Raden Wijaya dan keluarganya sedang mendapat cobaan yang pahit,
kebetulan pula disitu terdapat pohon maja yang rasanya pahit. Secara lahir,
tampaknya Raden Wijaya tunduk kepada Sri Jayakatwang namun dalam batin tak
henti-hentinya Raden Wijaya berusaha untuk mendapatkan kembali kerajaan yang
telah diduduki oleh Jayakatwang. Dalam hal ini bukanlah kepentingan pribadi
yang dikejar oleh Raden Wijaya tetapi mengharap dipulihkannya cita-cita
Kertanegara untuk mempersatukan Nusantara.
Pada
masa Kertanegara berkuasa, ia pernah menyiksa seorang Duta dari negeri yang
bernama Meng Khi. Sekembalinnya ke negrinya,sang duta tersebut melapor kepada
Sri Khu Bilal Khan tentang segala sesuatunya terutama penyiksaan terhadap
dirinya yang dilakukan oleh Kertanegara. Bagaikan pedang dami tersulut api,
berkobarlah kemarahan Sri Khu Bilal Khan, yang kemudian memerintahkan
balatentaranya untuk menyerang ke Raja Jawa.
Raden
Wijaya yang mendengar bahwa akan datang tentara Tartar dari Cina segera
menyusun siasat. Dengan cerdik Raden Wijaya mampu meyakinkan tentara Tartar, sehingga
tidak jadi menyerang Kertanegara almarhum, bahkan bersama-sama kemudian
menyerang Jayakatwang yang dianggap sebagai Raja Jawa. Di sisi lain ditambah
dengan murkanya Raden Wijaya dan bala tentaranya bagaikan banteng mengamuk,
sehingga tentara Kediri dibantai habis-habisan
dan akhirnya Jayakatwang kalah dan gugur dalam medan laga.
Perang
telah selesai, tentara Tartar bersukaria merayakan kemenangannya sehingga
meninggalkan kewaspadaannya. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Raden Wijaya
untuk menghancurkan tentara Tartar. Setelah peristiwa itu, Raden Wijaya segera
dinobatkan menjadi Raja di Majapahit yang tercatat dalam kekidungan “Purneng
Kartikamasa panca dasi sukleng catur” serta menggunakan masa kebesaran Shri
Narpati Kertarajasa Jayawardhana. Ayam berkokok mengalun di waktu pagi bagai
mengirigi dinobatkannya Raden Wijaya Sang “Ayam Jantan” dari Timur(Budi
Udjianto, 1993). Demikian uraian dari kitab Banjaran
Majapahit.
B. Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309)
Raden
Wijaya adalah raja pertama di karajaan Majapahit dengan gelar Krtarajasa
Jayawardhana. Ia mempunyai empat orang isteri yang semuanya merupakan anak dari
Kertanegara, raja Kediri. Istri tertua yang menjadi parameswari bernama
Tribhuwana, dan yang bungsu bernama Gayatri. Gayatri disebut juga Rajapatni,
dan lebih-lebih terkenal karena dari beliaulah berlangsungnya keluarga
raja-raja Majapahit selanjutnya. Krtarajasa memerintah dengan tegas dan
bijaksana. Maka keadaan Negara tentram dan aman. Beliau memerintah dibantu oleh
dua mentri yaitu rakryan rangga dan rakryan tumenggung.
Raja Kertarajasa memberikan kesempatan kepada semua
pengikutnya yang setia untuk turut menikmati hasil perjuangan. Beliau membalas
jasa mereka dalam perjuangan dan pengangkatannya sebagai pembesar negara di
daerah sebelah utara, yakni di Tuban dan Adipati Dataran. Pengangkatan itu
sesuai dengan jasa-jasanya, karena dalam perjuangan ia jelas bersedia atalang
jiwa, mempertaruhkan jiwanya. Sikap setia kawan raden Wijaya baik dalam
kesulitan maupun dalam kenikmatan tidak tercela. Semua pengikutnya memperoleh
bagian sesuai dengan jasa yang pernah diberikan selama perjuangan. Sudah pasti
bahwa besar kecilnya balas budi itu dipertimbangkan masak-masak agar jangan
timbul rasa iri hati diantara para pengikutnya. Namun keadilan memang sulit
diamalkan, oleh karena itu betapapun rasa keadilan yang diamalkan oleh raden
Wijaya setelah dinobatkan sebagai raja, timbullah rentetan ketidak puasan
diantara para pengikutnya. Alih-alih ingin membangun negara yang masih sangat
muda dan baru saja lepas dari cengkraman musuh, para pengiutnya mendorong
pemerintahan Majapahit dengan rentetan pemberontakan. Raja Kertarajasa
menunjukan keagungan jiwanya namun juga tidak bebas dari sifat-sifat manusia
biasa. Raja kertarajasa bukanlah tentara dongengan, tetapi tokoh sejarah yang
bergulat dengan pelbagai kesulitan untuk menentukan nasibnya di kemudian hari.
Setia dalam pengabdian, setia kepada darmanya, ulet dalam perjuangannya, berani
menyabung jiwanya.
Kertarajasa wafat dalam tahun 1309 dengan
meninggalkan 2 anak perempuan dari Gayatri dan 1 anak laki-laki dari
Parameswari., yaitu Jayanagara yang dalam tahun 1309 menaiki tahta kerajaan
Majapahit. Krtarajasa dicandikan dalam candi Siwa di Simping (Candi Sumberjati
di sebelah selatan Blitar) dan dalam candi Budha di Antahpura di dalam kota
Majapahit. Arca perwujudannya adalah Harihara yaiti Wisnu dan Siwa dalam satu
arca.
C. Jayanagara (1309-1328)
Sepeninggal
Kertarajasa pada tahun 1390 M, putranya Jayanagara dinobatkan menjadi raja
dengan gelar abhisekanya Sri
Sundarapandyadewadhiswarana Maharajabhiseka Wikramottunggadewa. Pada waktu
ayahnya masih memerintah, yakni pada tahun 1296 M, Jayanagara telah
berkedudukan pula sebagai kumararaja.
Pada
masa pemerintahan raja Jayanagara
merupakan kelanjutan dari pemberontakan-pemberontakan yang terjadi pada
masa pemerintahan ayahnya yang disebabkan oleh fitnah Mahapati. Kemudian muncul
pemberontakan Semi pada tahun 1318 M dan pemberontakan Kuti pada tahun 1135 M.
Semi dan Kuti adalah dua orang dari tujuh dharmmaputra
di kerajaan Majapahit. Dalam pemberontakan Kuti muncul Gajah Mada yang
berkedudukan sebagai seorang anggota pasukan pengawal raja (bekel bhayangkari). Berkat siasat Gajah
Mada dalam peristiwa di Badander, raja dapat diselamatkan dan Kuti dapat di
bunuh.
Masa
pemerintahan Jayanagara hubungan dengan China pulih kembali. Utusan dari Jawa
tiap tahun dating dari tahun 1325 M sampai tahun 1328 M. Utusan yang datang
dalam tahun 1325 M dipimpin oleh Seng-chia-liyeh, dalam berita China sebagai
raja di Sumatra.
Dari
masa pemerintahan raja Jayanagara mengenal 3 buah prasasti yang dikeluarkan
olehnya, yaitu prasasti Tuhanaru, prasasti Balambangan, dan pasasti Balitar
I. Prasasti Tuhanaru berangka tahun 1245
Saka, berisi penetapan kembali Desa Tuhanaru dan Kusambyan sebagai daerah
swatantra atas permohonan Dyah Makaradhwaja. Prasasti kedua, memperingati
penetapan daerah Balambangan sebagai daerah perdikan. Prasasti ketiga, angka
tahun 1246 Saka dan menyebut gelar abhiseka Jayanagara.
Pada
tahun 1328 raja Jayanagara meninggal dibunuh Tanca, seorang dharmmaputra yang bertindak sebagai
tabib. Peristiwa pembunuhan raja Jayanagara ini disebut patanca. Raja Jayanagara dicandikan
di dalam pura, di Sila Petak dan di Bubat, ketiganya dengan arca Wisnu, dan di
Sukhalila dengan arca Amoghasiddhi.
D. Tribuwanattunggadewi Jayawisnuwardhani (1328-1350)
Raja
Jayanagara tidak berputra. Sepeninggalnya pada tahun 1328 M kedudukannya digantikan
oleh adik perempuannya, yaitu Bhre Kahuripan. Ia dinobatkan menjadi raja
Majapahit dengan gelar abhiseka
Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwarddhan. Dari
kakawin Nagarakertagama, bahwa dalam
masa pemerintahan Tribhuwanottunggadewi telah terjadi pemberontakan di Sadeng
dan Keta pada tahun 1331 M. Pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada.
Sesudah peristiwa itu Gajah Mada bersumpah di hadapan raja dan para pembesar
Majapahit, bahwa ia tidak akan amukti
palapa sebelum ia dapat menundukkan Nusantara. Peristiwa yang lain adalah
penakhlukan Bali dalam tahun 1343 M.
Dalam
tahun 1334 M lahirlah putra mahkota yang bernama Hayam Wuruk. Kelahirannya
disertai gempa bumi, hujan abu, Guntur, dan kilat karena meletusnya Gunung
Kampu. Tribhuwanottunggadewi pada tahun 1350 M
mengundurkan diri dari pemerintahan dan digantikan oleh Hayam Wuruk. Pada tahun
1372 M Tribhuwanottunggadewi meninggal, dan didharmakan di Panggih.
Pendharmaannya bernama Pantarapurwa.
E. Rajasanagara (1350-1389)
Pada tahun 1350
M putra mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit. Ia bergelar Sri Rajasanagara, dan dikenal dengan
nama Bhra Hyang Wekasing Sukha. Ketika ibunya, Tribhuwanottunggadewi masih
memerintah, Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja muda (rajakumara) dan mendapat
daerah Jiwana sebagai daerah lungguh-nya. Dalam menjalankan pemerintahannya
Hayam Wuruk didampingi oleh Gajah Mada yang menduduki jabatan Patih Hamangkubhumi. Jabatan ini
sebenarnya sudah diperolehnya ketika mengabdi kepada raja
Tribhuwanottunggadewi, yaitu setelah berhasil menumpas pemberontakan di Sadeng.
Dengan bantuan patih
hamangkubhumi Gajah Mada, raja Hayam Wuruk berhasil membawa kerajaan
Majapahit ke puncak kebesarannya. Seperti halnya raja Kertanegara yang
mempunyai gagasan politik perluasan
cakrawala mandala yang meliputi seluruh dwipantra,
Gajah Mada ingin melaksanakan pula gagasan politik nusantara yang telah dicetuskan sebagai sumpah palapa di hadapan raja
Tribhuwanottunggadewi dan para pembesar kerajaan Majapahit. Dalam rangka
menjalankan politik nusantaranya satu persatu daerah-daerah yang belum bernaung
di bawah panji kekuasaan Majapahit ditundukkan dan dipersatukan.
Agaknya politik
Nusantara ini berakhir sampai tahun 1357 M, dengan terjadinya peristiwa di
Bubat (pasunda-bubat), yaitu perang
antara orang Sunda dan Majapahit. Pada waktu itu raja Hayam Wuruk bermaksud
hendak mempersunting putrid Sunda, Dyah Pitaloka. Namun, Gajah Mada tidak
menghendaki perkawinan raja Hayam Wuruk dengan putri Sunda dilangsungkan begitu
saja, ia menghendaki agar putrid itu dipersembahkan oleh raja Sunda kepada Raja
Majapahit sebagai tanda pengakuan tunduk terhadap kkerajaan Majapahit. Para
pembesar Sunda tidak setuju dengan sikap Gajah Mada. Kemudian terjadilah
peperangan di Bubat yang menyebabkan semua orang Sunda gugur. Meninggalnya
putrid Sunda dalam peristiwa Bubat, kemudian raja Hayam Wuruk menikah dengan
Paduka Sori, anak Bhre Wengker Wijayarajasa.
Pada
masa pemerintahan raja Hayam Wuruk untuk meningkatkan kemakmurab bagi rakyatnya,
hasil upeti dan berbagai macam pajak dimanfaatkan untuk menyelenggarakan
kesejahteraan dalam berbagai bidang. Untuk keperluan peningkatan kesejahteraan
di bidang pertanian, raja telah memerintahkan pembuata bendungan-bendungan, dan
saluran-saluran pengairan, serta pembukaan tanah-tanah baru untuk perladangan.
Di beberapa tempat sepanjang sungai-sungai besar diadakan tempat penyeberangan
untuk memudahkan lalu lintas antar daerah.
Raja
Hayam Wuruk juga menyelenggarakan pesta upacara sraddha agung untuk memperingati dua belas tahun meninggalnya
Rajapatni. Upacara sraddha tersebut
diselenggarakan dengan meriah dan khidmat dalam bulan Badrapada tahun 1362 M,
atas perintah ibunda raja. Tidak lama setelah itu, pada tahun 1964 M, patih hamangkubhumi Gajah Mada
meninggal, setelah lebih dari tiga puluh tahun mengabdikan dirinya untuk
kebesaran dan kejayaan Majapahit.
Raja
Hayam Wuruk kemudian mengundang Pahom
Narendra, yang merupakan dewan pertimbangan raja, untuk merundingkan
masalah penggantian Gajah Mada tetapi tidak berhasil. Akhirnya raja memutuskan
tidak akan diganti dan untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan
raja Hayam Wuruk mengangkat aryyatmaraja pu
Tanding menjadi wrddhamatri, sang aryya
wira mandalika pu Nala diangkat menjadi mancanagara,
dan Patih Dami diangkat menjadi yuwamantri.
Masa permerintahan raja Hayam Wuruk tanpa patih hamangkubhumi hanya berlangsung selama tiga tahun. Kemudian
Gajah Enggon diangkat menjadi patih
hamangkubhumi. Pada tahun 1389 M, raja Hayam Wuruk meninggal.
F.
Wikramawardhana
(1389-1429)
Putera
mahkota Majapahit yang lahir dari permaisuri Hayam Wuruk adalah seorang
perempuan, bernama Kusumawardhani. Puteri ini menikah dengan saudara sepupunya,
Wikrawardhana dan ialah yang menggantikan Hayam Wuruk sebagai raja Majapahit.
Hayam Wuruk mempunyai juga anak laki-laki yaitu Bhre Wirabhumi tetapi bukan
dari permaisuri. Bhre Wirabhumi diberi bagian ujung Jawa Timur untuk daerah
pemerintahannya. Dengan demikian maka sesudah Hayam Wuruk wafat, Majapahit itu
pada hakekatnya sudah terbagi secara resmi.
Hubungan
baik antara Wikramawardhana dan Wirabhumi dalam tahun 1401 berbalik menjadi
peperangan, terkenal dengan nama perang Paregreg, yang baru berakhir dalam
tahun 1406 dengan dibunuhnya Wirabhumi. Perang saudara ini rupanya sangat
melemahkan Majapahit. Hal ini diketahui pula oleh Tiongkok, yang segera
berusaha memikat daerah-daerah luar Jawa untuk mengakui kedaulatannya.
Kalimantan Barat yang dalam tahun 1368 telah diganggu oleh bajak-bajak dari
Sulu sebagai alat dari kaisar Tingkok, sejak tahun 1405 sama sekali tunduk
kepada Tingkok tanpa sesuatu tindakan dari Majapahit. Dalam tahun itu juga,
Palembang dan Melayu mengarahkan pandangannya pada Tiongkok dengan tidak
menghiraukan Majapahit. Dengan timbulnya Malakka sebagai pelabuhan dan kota
dagang penting, yang beragama islam di samping samudra, maka jazirah Malakka
pun bagi Majapahit boleh dikata sudah hilang. Demikian pula daerah-daerah
lainnya satu persatu melepaskan diri dari ikantannya dengan Majapahit. Berbagai
daerah masih mengaku Majapahit sebagai atasannya, tetapi dalam prakteknya tidak
banyak juga hubungannya dengan pemerintah pusat.
Wirakramawardhana
meninggal pada tahun 1429, dan saat itu Majapahit yang besar dan beratu sudah
tidak ada lagi. Pengganti Wikramawardhana diatas takhta kerajaan kerajaan
Majapahit adalah anak perempuannya, yang bernama Suhita, dan memerintah dari
tahun 1429 sampai tahun 1447.
G. Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Keruntuhan
kerajaan Majapahit disebabkan oleh berbagai faktor, yang paling utama adalah
faktor politik. Gejala ini ditandai dengan adanya kenyataan bahwa pasca
kekuasaan raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, tidak ada lagi orang kuat,
sehingga legitimasi kekuasaan raja-raja Majapait amat lemah. Akibatnya terjadi
perang saudara. Misalnya perang Paregreg yang melibatkan elite politik
kerajaan, bahkan antara tahun 1453-1456 tidak ada raja di Majapahit, kejadian
ini bisa jadi karena konflik yang hebat dikalangan keluarga raja.
Perang
saudara yang berlarut-larut mengakibatkan Majapahit sangat lemah, sehingga
gagal mengontrol wilayah kekuasaanya. Daerah-daerah kekuasaan Majapahit
terutama kota-kota bandar di pesisir utara Jawa melepaskan diri, membentuk
negara merdeka. Sebelum islam masuk para adipati patuh kepada Majapahit
tercermin pada kesediaannya membayar upeti kepada Majapahit. Ketika kekuasaan
Majapahit melemah, maka para adipati melepaskan diri sehingga terbentuk
penguasa-penguasa lokal yang merdeka dan menolak membayar upeti kepada
Majapahit.
Posisi
raja yang terus melemah memberi peluang besar kepada para saudagar kaya
diberbagai kadipaten di wilayah pesisir guna menjauhkan diri dari kekuasaan
raja. Dengan keuntungan atau laba besar yang didapat dari perdagangan
internasioanal. Kaum saudagar tidak hanya masuk islam tetapi juga membangun
pusat-pusat poliyik independen di kota-kota pelabuhan pesisir Demak, Jepara,
Rembang, Tuban, Gresik, dan Surabaya tampil sebagai pusat-pusat perdagangan
sekaligus aktivitas keagamaan dan politik otonom dan independen yang meyerupai
negara kota dalam pengertian modern. Dari kota-kota pelabuhan inilah, islam
kemudian merayap lebih jauh lagi memasuki wilayah basis-basis masyarakat
tradisional Jawa pedalaman. Gejala ini tidak hanya karena pemerintah pusat
sehingga memberikan peluang bagi mereka untuk memerdekakan diri tetapi juga
karena mereka menolak kekuasaan pusat yang bukan Islami. Akibatnya wilayah Majapahit
semakin menyempit. Majapahitpun kehilangan modal ekonomi, sebab mereka tidak
mau membayar upeti. Timbullah kesulitan, sebab keluarga istana dan kaum
bangsawan yang terbiasa hidup mewah tidak bisa hidup tanpa masukan finansial
dan material dari daerah-daerah lainnya, terutama daerah pelabuhan sebagai
matrial dari darah-daerah lainnya, terutama daerah pelabuhan sebagai sumber
kekayaan bagi kerajaan. Kemrdekaan bandar-bandar di pantai utara Jawa, berarti
membunuh Majapahit secara perlahan-lahan.
Demak
berkembang lebih kuat daripada Majapahit, karena didukung oleh kota-kota
pelabuhan di pantai utara Jawa. Demak menyerang Majapahit hingga mengalami
keruntuhan. Peristiwa ini digunakan secara simbolik, yakni sebagai serangan
tikus, tamon, dan setan, hal ini bermakna sebagai berikut :
1.
Tikus
itu wataknya remeh, tetapi lama-lama jika dibiarkan akan berkembangbiak.
Artinya banyak orang yang datang yakni orang muslim awalnya ketika baru sampai
di Jawa meminta perlindungan kepada Prabu Brawijaya di Majapahit, sesudah
diberi balas merusak.
2.
Tawon
itu membawa madu yang rasanya manis, senjatanya berada anus. Adapun tempat
tinggalnya di dalam tala, artinya tadinya ketika dimuka orang muslim memakai
kata-kata manis, akhirnya menyengat dari belakang. Adapun artinya tega merusak
tatanan agama Hindu-Budha di Majapahit.
3.
Adapun
setan (demit) dari Palembang setelah dibuka berbunyi gelegar artinya, Palembang
itu mlembeng, yaitu ganti agama. Palembang bisa pula mengacu pada nama suatu
daerah, yakni asal Adipati Terung dan Raden Patah. Peti artinya wadah yang
tertutup untuk mewadahi barang yang samar. Demit itu juga berarti tukang
santet. Ungkapan ini bermakna bahwa kehancuran Majapahit karena disantet secara
samar atau karena kepiawaian Adipati Terung menyamarkan hasrat kuasanya. Namun
pada suatu ketika terjadi penyerangan secara tiba-tiba. Majapahit tidak siap
siaga sehingga musuh dengan mudah mengalahkannya. Adipati Terung berperan
penting dalam penyamaran ini adalah saudara raden Patah dari Palembang yang
diangkat oleh Prabu Brawijaya sebagai Adipati Terung.
Pendek kata,
ungkapan bahwa Majapahit runtuh karena diserang oleh tikus, tawon, dan setan
memiliki makna konotatif. Dalam konteks ini Majapahit runtuh karena diserang
oleh Demak. Demak adalah musuh dalam selimut yang menghancurkan Majapahit
secara tersembunyi dari dalam pada saat Majapahit lengah dan pada kondisi sakit
keras. Serangan ini terjadi secara tiba-tiba dan beramai-ramai. Ungkapan ini
bermakna, bahwa Demak menrapkan strategi menggerogoti Majapahit dari dalam. Akibatnya
Majapahit yang sekarat, karena salah kelola, akhirnya runtuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar