Hayam Wuruk: Puncak Kebesaran
Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1350
M putra mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit. Ia bergelar Sri Rajasanagara, dan dikenal dengan
nama Bhra Hyang Wekasing Sukha. Ketika ibunya, Tribhuwanottunggadewi masih memerintah,
Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja muda (rajakumara) dan mendapat daerah
Jiwana sebagai daerah lungguh-nya. Dalam menjalankan pemerintahannya Hayam
Wuruk didampingi oleh Gajah Mada yang menduduki jabatan Patih Hamangkubhumi. Jabatan ini sebenarnya sudah diperolehnya
ketika mengabdi kepada raja Tribhuwanottunggadewi, yaitu setelah berhasil
menumpas pemberontakan di Sadeng.
Dengan
bantuan patih hamangkubhumi Gajah
Mada, raja Hayam Wuruk berhasil membawa kerajaan Majapahit ke puncak
kebesarannya. Seperti halnya raja Kertanegara yang mempunyai gagasan politik perluasan cakrawala mandala yang
meliputi seluruh dwipantra, Gajah
Mada ingin melaksanakan pula gagasan politik
nusantara yang telah dicetuskan sebagai sumpah
palapa di hadapan raja Tribhuwanottunggadewi dan para pembesar kerajaan
Majapahit. Dalam rangka menjalankan politik nusantaranya satu persatu
daerah-daerah yang belum bernaung di bawah panji kekuasaan Majapahit
ditundukkan dan dipersatukan.
Agaknya
politik Nusantara ini berakhir sampai tahun 1357 M, dengan terjadinya peristiwa
di Bubat (pasunda-bubat), yaitu
perang antara orang Sunda dan Majapahit. Pada waktu itu raja Hayam Wuruk
bermaksud hendak mempersunting putrid Sunda, Dyah Pitaloka. Namun, Gajah Mada
tidak menghendaki perkawinan raja Hayam Wuruk dengan putri Sunda dilangsungkan
begitu saja, ia menghendaki agar putrid itu dipersembahkan oleh raja Sunda
kepada Raja Majapahit sebagai tanda pengakuan tunduk terhadap kkerajaan
Majapahit. Para pembesar Sunda tidak setuju dengan sikap Gajah Mada. Kemudian
terjadilah peperangan di Bubat yang menyebabkan semua orang Sunda gugur.
Meninggalnya putrid Sunda dalam peristiwa Bubat, kemudian raja Hayam Wuruk
menikah dengan Paduka Sori, anak Bhre Wengker Wijayarajasa.
Pada
masa pemerintahan raja Hayam Wuruk untuk meningkatkan kemakmurab bagi
rakyatnya, hasil upeti dan berbagai macam pajak dimanfaatkan untuk
menyelenggarakan kesejahteraan dalam berbagai bidang. Untuk keperluan
peningkatan kesejahteraan di bidang pertanian, raja telah memerintahkan pembuata
bendungan-bendungan, dan saluran-saluran pengairan, serta pembukaan tanah-tanah
baru untuk perladangan. Di beberapa tempat sepanjang sungai-sungai besar
diadakan tempat penyeberangan untuk memudahkan lalu lintas antar daerah.
Raja
Hayam Wuruk juga menyelenggarakan pesta upacara sraddha agung untuk memperingati dua belas tahun meninggalnya
Rajapatni. Upacara sraddha tersebut
diselenggarakan dengan meriah dan khidmat dalam bulan Badrapada tahun 1362 M,
atas perintah ibunda raja. Tidak lama setelah itu, pada tahun 1964 M, patih hamangkubhumi Gajah Mada
meninggal, setelah lebih dari tiga puluh tahun mengabdikan dirinya untuk
kebesaran dan kejayaan Majapahit.
Raja
Hayam Wuruk kemudian mengundang Pahom
Narendra, yang merupakan dewan pertimbangan raja, untuk merundingkan
masalah penggantian Gajah Mada tetapi tidak berhasil. Akhirnya raja memutuskan
tidak akan diganti dan untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan
raja Hayam Wuruk mengangkat aryyatmaraja pu
Tanding menjadi wrddhamatri, sang aryya
wira mandalika pu Nala diangkat menjadi mancanagara,
dan Patih Dami diangkat menjadi yuwamantri.
Masa
permerintahan raja Hayam Wuruk tanpa patih
hamangkubhumi hanya berlangsung selama tiga tahun. Kemudian Gajah Enggon
diangkat menjadi patih hamangkubhumi.
Pada tahun 1389 M, raja Hayam Wuruk meninggal.
Jayanagara
Sepeninggal
Kertarajasa pada tahun 1390 M, putranya Jayanagara dinobatkan menjadi raja
dengan gelar abhisekanya Sri
Sundarapandyadewadhiswarana Maharajabhiseka Wikramottunggadewa. Pada waktu
ayahnya masih memerintah, yakni pada tahun 1296 M, Jayanagara telah
berkedudukan pula sebagai kumararaja.
Pada
masa pemerintahan raja Jayanagara merupakan kelanjutan dari
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi pada masa pemerintahan ayahnya yang
disebabkan oleh fitnah Mahapati. Kemudian muncul pemberontakan Semi pada tahun
1318 M dan pemberontakan Kuti pada tahun 1135 M. Semi dan Kuti adalah dua orang
dari tujuh dharmmaputra di kerajaan
Majapahit. Dalam pemberontakan Kuti muncul Gajah Mada yang berkedudukan sebagai
seorang anggota pasukan pengawal raja (bekel
bhayangkari). Berkat siasat Gajah Mada dalam peristiwa di Badander, raja
dapat diselamatkan dan Kuti dapat di bunuh.
Masa
pemerintahan Jayanagara hubungan dengan China pulih kembali. Utusan dari Jawa
tiap tahun dating dari tahun 1325 M sampai tahun 1328 M. Utusan yang datang
dalam tahun 1325 M dipimpin oleh Seng-chia-liyeh, dalam berita China sebagai
raja di Sumatra.
Dari
masa pemerintahan raja Jayanagara mengenal 3 buah prasasti yang dikeluarkan
olehnya, yaitu prasasti Tuhanaru, prasasti Balambangan, dan pasasti Balitar I. Prasasti Tuhanaru berangka tahun 1245 Saka,
berisi penetapan kembali Desa Tuhanaru dan Kusambyan sebagai daerah swatantra
atas permohonan Dyah Makaradhwaja. Prasasti kedua, memperingati penetapan
daerah Balambangan sebagai daerah perdikan. Prasasti ketiga, angka tahun 1246
Saka dan menyebut gelar abhiseka Jayanagara.
Pada
tahun 1328 raja Jayanagara meninggal dibunuh Tanca, seorang dharmmaputra yang bertindak sebagai
tabib. Peristiwa pembunuhan raja Jayanagara ini disebut patanca. Raja Jayanagara
dicandikan di dalam pura, di Sila Petak dan di Bubat, ketiganya dengan arca
Wisnu, dan di Sukhalila dengan arca Amoghasiddhi.
Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwarddhani
Raja
Jayanagara tidak berputra. Sepeninggalnya pada tahun 1328 M kedudukannya
digantikan oleh adik perempuannya, yaitu Bhre Kahuripan. Ia dinobatkan menjadi
raja Majapahit dengan gelar abhiseka
Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwarddhan.
Dari kakawin Nagarakertagama, bahwa dalam masa
pemerintahan Tribhuwanottunggadewi telah terjadi pemberontakan di Sadeng dan
Keta pada tahun 1331 M. Pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada.
Sesudah peristiwa itu Gajah Mada bersumpah di hadapan raja dan para pembesar
Majapahit, bahwa ia tidak akan amukti
palapa sebelum ia dapat menundukkan Nusantara. Peristiwa yang lain adalah
penakhlukan Bali dalam tahun 1343 M.
Dalam tahun 1334
M lahirlah putra mahkota yang bernama Hayam Wuruk. Kelahirannya disertai gempa
bumi, hujan abu, Guntur, dan kilat karena meletusnya Gunung Kampu.
Tribhuwanottunggadewi
pada tahun 1350 M mengundurkan diri dari pemerintahan dan digantikan oleh Hayam
Wuruk. Pada tahun 1372 M Tribhuwanottunggadewi meninggal, dan didharmakan di
Panggih. Pendharmaannya bernama Pantarapurwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar