BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Situs
Trowulan merupakan situs perkotaan klasik peninggalan Kerajaan Majapahit.
Luasnya 11 km x 9 km, yang mencakup wilayah Kecamatan Trowulan dan Sooko di
Kabupaten Mojokerto serta Kecamatan Mojoagung dan Mojowarno di Kabupaten
Jombang. Situs ini merupakan ujung
penghabisan dari 3 gunung, yaitu Gunung Penanggngan, Gunung Welirang, dan
Gunung Anjasmara. Keadaan geografis daerah Trowulan yang landai dan air
tanahnya dangkal sangat cocok digunakan untuk pemukiman. Sebagai bekas kota
pada masa lampau, di Situs Trowulan ini banyak ditemukan berbagai peninggalan
arkeologis.
Penelitian
terhadap Situs Trowulan dilakukan pertama kali oleh Wardenaar pada tahun 1815.
Raffles menugaskannya untuk mengadakan pencatatan peninggalan arkeologi di
Mojokerto. Hasil pencatatan Wardenaar itu dituliskan Raffles dalam bukunya yang
terkenal, History of Java (1817). Dalam
buku tersebut disebutkan bahwa berbagai obyek arkeologi
dengan
judul Toelichting over den Ouden Pilaar
van Majapahit (1958). Sementara itu, R.D.M Verbeek mengadakan kunjungan ke
Trowulan dan menerbitkan laporannya dalam artikel Oudheden yang berada di Trowulan merupakan peninggalan dari
kerajaan Majapahit.
mW.R Van Hovell (1849), J.V.G Brumund dan Jonathan Rigg menerbitkan penelitian mereka dalam Journal of The Indian Archipelago and Eastern Asia. J. Hageman menulis tentang Trowulan van Majapahit in 1815 en 1887. Penelitian terhadap Situs Trowulan kemudian dilanjutkan oleh R.A.A Kromodjojo Adinegoro, seorang Bupati Mojokerto (1849-1916) yang sangat memperhatikan peninggalan arkeologi di Trowulan. R.A.A Kromodjojo Adinegoro juga memerintahkan penggalian Candi Tikus dan merintis berdirinya Museum Trowulan sebagai pelestari kebesaran Kerajaan Majapahit. Pada tahun 1907, J. Knebel, anggota Commisie voor Oudheidkundig Orderzoek op Java en Madura melakukan inventarisasi peninggalan arkeologi di Trowulan. N.J Krom juga mengulas peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan dalam karyanya Inleiding tot de Hindoe Javaansche Kunst(1923).
Penelitian
yang lebih mendalam mengenai Situs Trowulan dilakukan oleh Oudheeidkundige Vereeneging Majapahit atau disingkat OVM yang didirikan oleh R.A.A
Kromodjojo Adinegoro bekerja sama dengan Maclaine Pont. Dalam kurun waktu
antara 1921-1924 Maclaine Pont melakukan penggalian-penggalian di Trowulan
dengan tujuan untuk mencocokkannya dengan uraian Kitab Negarakertagama.
Penelitian Maclaine Pont tersebut menghasilkan Sketsa Rekonstruksi Kota
Majapahit di Trowulan.
Berpedoman
pada Kitab Negarakertagama pupuh VIII-XII, Stutterheim melakukan penelitian
mengenai bentuk Ibukota Kerajaan Majapahit. Stutterheim menyimpulkan bahwa tata
kota Kraton Majapahit dapat dianalogikan dengan Kraton Yogyakarta dan
Surakarta. Lebih jauh disebutkan bahwa bangunan yang terdapat di dalam kompleks
kraton mirip dengan bangunan yang terdapat di dalam kompleks puri di Bali
(Sttuterheim, 1948).[1]
Penelitian
kemudian dilanjutkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas)
pada tahun 70-an sampai tahun 1993. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional ini
mencoba mencari bukti-bukti tentang kota Majapahit. Langkah yang ditempuh
adalah penggalian berdasarkan nama tempat yag disebut dalam Kitab
Negarakertagama dan penemuan baru yang tidak sengaja oleh penduduk.
Temuan
berbagai benda bersejarah menunjukkan bahwa situs ini tidak hanya berupa tempat
tinggal saja. Ada situs lainnya seperti situs upacara, agama, bangunan suci,
industri, perjagalan, makam, sawah, psar, kanal, dan waduk. Situs-sits tersebut
membagi suatu kota ke wilayah yang lebih kecil dan dihubngkan dengan jalan.
Namun, sampai sekarang penelitian-penelitian yang dilakukan belum memberikan
pemahaman yang utuh tentang keseluruhan tata kota Majapahit seperti yang
dikemukakan Mpu Prapanca dalam Kitab Negarakertagama. Keterangan baru kembali
didapatkan setelah adanya upaya dari Tim Geografi Universitas Gajah Mada yang
membuat foto udara Situs Trowulan. Foto udara tersebut memberikan gambaran
bahwa dulunya Situs Trowulan merupakan kota berparit.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Sejarah Berdirinya Museum Trowulan ?
2.
Koleksi Apa Saja yang Tersimpan di Museum Trowulan
?
3.
Bagaimana Hubungan Museum Trowulan dengan Kerajaan
Majapahit ?
4.
Apa Saja Peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan
yang Memperlihatkan Kebesarannya ?
C.
Kerangka Konseptual
Penelitian mengenai Museum Trowulan sebagai bukti
kebesaran Kerajaan Majapahit ini dilaksanakan pada tanggal 7 April 2013 di
kompeks Museum Trowulan yang mencakup wilayah Kecamatan Trowulan dan Sooko di
Kabupaten Mojokerto serta Kecamatan Mojoagung dan Mojowarno di Jombang, Jawa
Timur.Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode observasi. Metode ini
digunakan penulis untuk mengamati berbagai peninggalan sejarah terutama dari
masa Majapahit yang berada di Museum Trowulan. Melalui pengamatan terhadap benda-benda
peninggalan sejarah tersebut, dapat diketahui bagaimana aspek-aspek kehidupan
masyarakat Majapahit pada zaman dahulu. Termasuk bagaimana bentuk tata kota dan
permukiman masyarakat. Laporan ini berisi tentang Sejarah Berdirinya Museum Trowulan, Koleksi yang Ada di Museum Trowulan, hubungan
antara museum Trowulan dengan Kerajaan Majapahit, serta peninggalan kerajaan majapahit yang
memperlihatkan kebesarannya.
D.
Tujuan
1.
Mengetahui Sejarah Berdirinya Museum Trowulan.
2.
Mengetahui Koleksi yang Ada di Museum Trowulan.
3.
Mengetahui hubungan antara museum Trowulan dengan
Kerajaan Majapahit.
4.
Mengetahui peninggalan kerajaan majapahit yang
memperlihatkan kebesarannya.
5.
Untuk memenuhi tugas kuliah kerja lapangan I.
E.
Manfaat
1.
Memperkaya pengetahuan mengenai sejarah masa
Hindu-Buddha di Indonesia.
2.
Menambah pengetahuan tentang peninggalan sejarah
yang tersimpan di Museum Trowulan.
3.
Memuat pengetahuan tentang kebesaran kerajaan
Majapahit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Museum Trowulan
Pada tangga 24
April 1924, R.A.A Kromodjojo Adinegoro salah seorang bupati Mojokerto
bekerjasama dengan Ir.Henry Maclaine Pont seorang arsitek Belanda untuk
mendirikan Oudheeidkundige Vereeneging
Majapahit (OVM) yaitu suatu perkumpulan yang bertujuan untuk meneliti
peninggalan-peninggalan majapahit. OVM menempati sebuah rumah di situs Trowulan
yang terletak di jalan raya Mojokerto-Jombang km. 13 untuk menyimpan artefak-artefak
yang diperoleh baik melalui penggalian, survey, maupun penemuan yang tak
sengaja. Mengingat banyaknya artefak yang layak untuk dipamerkan, maka
direncanakan untuk membangun sebuah museum yang terealisasi pada tahun 1926 dan
dikenal dengan nama Museum Trowulan.
Pada tahun 1942 Museum
Trowulan ditutup untuk umum kerana Maclaine Pont ditawan oleh Jepang. Sejak itu
museum berpindah-pindah tangan dan akhirnya dikelola Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala Jawa Timur. Tugas kantor tersebut tidak hanya
melaksanakan perlindungan terhadap benda cagar budaya peninggalan Majapahit
saja, tetapi seluruh peninggalan kuno yang tersebar di seluruh wilayah Jawa
Timur. Oleh karena itu, koleksinya semakin bertambah banyak. Guna mengatasi hal
tersebut museum dipindahkan ke tempat yang lebih luas berjarak sekitar 2 km
dari tempat semula, namun masih di situs Trowulan. Museum baru tersebut sesuai
dengan struktur organisasinya disebut sebagai Balai Penyelamatan Arca. Namun,
masyarakat tetap mengenalnya sebagai Museum Trowulan.
Pada tahun 1999
koleksi prasasti peninggalan R.A.A Kromodjojo Adinegoro dipindahkan dari Gedung
Arca Mojokerto ke Museum Trowulan, sehingga koleksi Museum Trowulan semakin
lengkap. Berdasarkan fungsinya, museum Trowulan kemudian diberi nama sebagai
Balai Penyelamatan Arca BP3 Jatim. Mengingat kebutuhan informasi yang semakin
lama semakin meningkat dari masyarakat tentang Majapahit, maka kini nama Balai
Penyelamatan Arca BP3 Jatim diubah menjadi Pusat Informasi Majapahit. Walaupun
terjadi perubahan, namun pada prinsipnya hal tersebut tidak merubah fungsinya
secara signifikan, yaitu sebagai museum dan balai penyelamatan benda cagar
budaya di Jawa Timur. Untuk menampung benda koleksi cagar budaya yang setiap
tahun terus bertambah dan untuk meningkatkan pelayanan sajian kepada
masyarakat, maka BP3 Jatim terus melakukan pembenahan terhadap museum.
B. Koleksi
yang Tersimpan di Museum
Sesuai dengan
sejarahnya, koleksi Pusat Informasi Majapahit didominasi oleh benda cagar
budaya peninggalan Majapahit. Melalui peninggalan-peninggalan tersebut beberapa
aspek budaya Majapahit dapat dikaji lebih lanjut, seperti bidang pertanian,
irigasi arsitektur, perdagangan, perindustrian, agama, dan kesenian.
Keseluruhan koleksi tersebut ditata di gedung, pendopo, maupun halaman museum.
Berdasarkan bahanya koleksi Museum Trowulan yang dipamerkan dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Koleksi
Tanah Liat (Terakota)
a.
Koleksi
terakota manusia
b.
Alat-alat
produksi
c.
Alat-alat
rumah tangga
d.
Arsitektur
2. Koleksi
Keramik.
Koleksi keramik yang dimiliki oleh Pusat Informasi
Majapahit berasal dari beberapa negara asing, seperti Cina, Thailand, dan
Vietnam. Keramik-keramik tersebut memiliki berbagai bentuk dan fungsi., seperti
guci, teko, piring, mangkuk, sendok, dan vas bunga.
3. Koleksi
Logam
Koleksi benda cagar budaya berbahan logam yang dimiliki
Pusat Informasi Majapahit dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok
seperti koleksi mata uang kuno, koleksi alat-alat upacara seperti bokor,
pedupaan, lampu, cermin, guci, dan genta serta koleksi alat musik.
4. Koleksi
Batu
Koleksi benda cagar budaya yang berbahan batu berdasarkan
jenisnya dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut.
a.
Koleksi
miniatur dan komponen candi
b.
Koleksi
arca
c.
Koleksi
relief
d.
Koleksi
prasasti
Selain itu
koleksi benda cagar budaya yang berbahan batu yang dimiliki oleh Pusat
Informasi Majapahit juga terdapat alat-alat dan fosil binatang dari masa
prasejarah.
C.
Hubungan Antara Museum Trowulan dengan Kerajaan Majapahit
Kita tahu Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan
terbesar yang wilyahnya mencakup sebagian besar wilayah Asia tenggara. Trowulan
diduga kuat merupakan bekas pusat kerajaan Majapahit karena banyak ditemukan
bukti bukti pendukung yang memperkuat pendapat ini. Bukti-buktinya sampai
sekarang masih ditemukan di berbagai penjuru kota Torwulan yang disimpan dalam
satu komplek situs yaitu Museum Trowulan. Banyak candi, pentirtaan, makam kuno
ditemukan yang menandakan adanya hubungan Trowulan dengan Kerajaan Majapahit.
Sekitar Trowulan ditemukan reruntuhan pemukiman kuno
yang menandakan pada Zaman Kerajaan Majapahit sudah ada sistem pola pemukiman
yang tersusun atas banyak pemukiman. Ditemukan juga reruntuhan tembok yang
berbahan baku batu bata merah yang diduga merupakan pagar yang dahulu mengitari
Keraton Majaphit. Tembok tersebut mempunyai gapura yang digunakan sebagai pintu
gerbang menuju keraton. Gapura itu dipastikan gapura bajangratu yang telah
ditemukan dan mengalami pemugaran. Seperti halnya kerajaan yang lain, berbagai
kegiatan masyarakat berada diluar gapura Keraton.
Maka dari ditemukan arkeolog tentang adanya
aktivitas industry yang terbiukti ditemukannya uang logam kuno masa Majaphit.
Hal ini berarti di Trowulan masyarakatnya telah mengenal perdagangan dan sistem
pasar. Selain itu masyarakat Trowulan pada masa itu juga telah mengenal sitem
keagamaan yang dibuktikannya dengan ditemukanya arca dan candi yang dulu
digunakan untuk menyembah dewa.
Hal ini menunjukan memang ada hubungan antara Museum
Trowulan dengan kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit yang pada masa itu
dikenal sebagai kerajaan yang besar menjadikan pusat kerajaannya di Trowulan.
Trowulan memang saat ini telah dijadikan sebagai Museum karena memang menyimpan
bukti sejrah kebesaran Kerajaaan Majapahit yang telah dibugar maupun telah
dikubur.
Museum Trowulan dan
Kerajaan Majapahit mempunyai kaitan yang sangat erat. Situs Trowulan, termasuk
di dalamnya adalah komplek Museum Trowulan kemungkinan besar dulunya merupakan
pusat kota Majapahit. Hal ini didukung dengan ditemukannya situs pemukiman yang
terbuat dari batu bata dan bangunan lain seperti candi, gapura, dan sarana
irigasi.
Berbagai
peninggalan yang ditemukan di situs ini, telah banyak membantu mengungkap
berbagai aspek-aspek kehidupan masyarakat Majapahit. Museum Trowulan juga
menjadi sarana pelestari berbagai benda bersejarah yang menjadi peninggalan
Majapahit. Sehingga sampai sekarang, dapat dilihat bagaimana kebesaran Kerajaan
Majapahit melalui peninggalan-peninggalan yang disimpan di Museum Trowulan.
D. Peninggalan
Kerajaan Majapahit yang Memperlihatkan Kebesarannya.
Kondisi ibukota dua kerajaan maritim terbesar
di Asia Tenggara sangat berbeda. Jika di Palembang menjadi wadah dari berjuta
penduduk, Trowulan terbatas hanya desa kecil.
Ibukota Majapahit terletak di bagian
barat yaitu Mojokerto, berdasar pada sebuah situs yang dekat dengan sungai
Brantas. Riset arkeologi dilakukan di situs ini, di mana hanya ada beberapa jejak dari
kejayaannya. Sebagian besar sisa fondasi istana dan candinya berada di bawah
tanah, dan lahan pada tempatnya berdiri sekarang menjadi persawahan. Semua
bangunan utama dan tembok-tembok yang mengelilinginya terbuat dari batu bata
merah. Sampai saat ini dikenal dengan sebutan “batu majapahit”.
Riset arkeologis yang dilakukan di situs ini
member bukti bahwa Trowulan bukan sebuah kota dalam arti seperti
ibukota-ibukota lainnya. Tidak seperti kota-kota Melayu, tidak ada perbentengan atau
benteng-benteng tetapi sebuah kelompok struktur atau kompleks bangunan yang
dipisahkan oleh jalan yang lebar dan alun-alun terbuka yang luas. Skema
bangunan yang kompleks tersebut meliputi sebuah wilayah yang luasnya 100 km2.
Kompleks-kompleks tersebut memiliki pelataran, pepohonan dan paviliun
terbuka yang dikelilingi oleh dinding
atau pagar. Area tengahnya diperuntukkan oleh keluarga dari pimpinan rumah
tangga. Bagian-bagian yang lain dihuni oleh para pembantu atau tamu atau untuk
upacara-upacara.[2]
Terdapat sebuah tendon air yang cukup
besar bernama “segaran”, luasnya
kira-kira 6 hektar. Sisa-sisa pipa air yang terbuat dari tanah liat
memperlihatkan bahwa fasilitas penyediaan air minum, aktivitas komersial dan
industrial pernah ada. Kota tersebut diorganisir dengan unit-unit pemukiman dan
distrik-distrik yang diperuntukkan bagi kegiatan industri tertentu seperti pandai besi, tukang
besi, pembuat gerabah dan lain-lain. Masing-masing distrik dikendalikan
oleh sebuah dewan, di bawah
pengawasan seorang bangsawan. Pasar diadakan dalam jadwal teratur di lahan-lahan kosong yang memisahkan
distrik-distrik. Pasar-pasar tersebut diawasi oleh pejabat resmi yang digaji
dengan hasil pajak pasar.[3]
Selain itu terdapat pelabuhan yang
dinamakan Bubat, terletak dibagian utara kota, pada tepi sungai Brantas. Sungai
ini merupakan jalan utama dalam pengiriman barang meskipun ada juga beberapa
jalan yang dapat digunakan untuk masuk dan keluar kota. Penjelasan Odorofic of Pordeone dan para pedagang
Cina member sebuah gambaran tentang kemakmuran kota tersebut. Mpu Prapanca
dalam Negarakertagama menjelaskan
kompleks kerajaan secara
panjang lebar. Berdasarkan keterangan-keterangan ini, Pigeaud[4]
telah bisa mereka ulang garis besar keraton.
Keraton dikelilingi oleh sebuah dinding
batu bata merah berketinggian lebih dari 10 m dan memiliki gerbang pintu ganda.
Di depan pintu utara ada sebuah lapangan besar, pada bagian baratnya ada arena
untuk adu jago dan pada
sisi timur ada benteng bagi sebuah garnisun kecil. Keraton tersebut di bagi
menjadi tiga pelataran :
Yang pertama adalah bangunan-bangunan
religius dan sebuah menar putih yang besar. Akses menuju pelataran kedua adalah
pada satu sisi dan pada sisi lainnya ada banyak pemandian.
·
Rumah para punggawa, yang dibangun
dengan tiang-tiang dengan lantai kayu terletak di pelataran kedua.
·
Rumah punggawa yang lebih tinggi
tatarannya dan sebuah pendapa besar terletak di pelataran ketiga. Kamar-kamar
raja juga terletak pada salah satu sisi dari pelataran ini dan istananya adalah
pavilion kayu yang didirikan di atas teras batu bata merah.[5]
Semacam
simbolisme muncul dalam penampang structural Trowulan, yang kelihatannya
ditentukan oleh tradisi-tradisi kosmik dan dualisme yang sangat disukai oleh
para arsitek Majapahit.
Dualisme itu tercermin dengan adanya keraton kepangeranan yang terletak di
barat dan timur, yang saling terkait satu sama lain. Contoh yang paling menarik
dari dualisme yang sangat dihargai Singasari dan Majapahit tercermin dalam
ritual pembagian wilayah Airlangga menjadi dua kerajaan kembar. Oleh karena itu
penampang Trowulan bisa dipandang sebagai sebuah perwujudan simbolik dari
konsepsi struktur kekuasaan negara, seperti yang dibayangkan para arsiteknya.
Lingkaran konsentrik bangunan-bangunan dan pemukiman-pemukiman berseberangan
dalam dua lokasi.
a.
Perekonomian
Pada Masa Majapahit
Bidang perekonomian yang paling menonjol pada Masa
Majapahit adalah pertanian, perdagangan, dan industri. Ketiga bidang inilah
yang diharapkan memberikan kontribusi terhadap kehidupan kenegaraan dan
kesejahteraan rakyat Majapahit. Salah satu usaha yang dilakukan negara adalah
dengan memungut pajak atas segala hal yang berhubungan dengan distribusi, baik
dari hasil pertanian, barang-barang perdagangan, maupun hasil kerajinan
industri. Pertanian, perdagangan, dan industri sudah menggnakan teknologi yang
cukup maju. Barang-barang yang
dihasilkan pun berkualitas tinggi, sehingga memberikan pemasukan yang besar
bagi perekonomian Majapahit. Dalam
melakukan jual beli, penduduk Majapahit menggunakan uang kepeng dari berbagai
dinasti dan uang yang dikenal di Majapahit.
Berdasarkan
bukti-bukti sejarah dan arkeologis dapat diketahui bahwa leju pertumbuhan
ekonomi Majapahit didorong oleh kegiatan dan terbentuknya jejaring perniagaan
baik lokal maupun regional. Dalam Ying-Yai Sheng-Lan disebut beberapa kota
pelabuhan yang berada dibawah kekuasaan Majapahit yaitu Tuban, Gresik, dan
Surabaya. Pelabuhan tersebut telah diunjungi pedagang asing dari Arab, Persia,
Turki, India, dan Cina. Pedagang Majapahit tidak hanya terbatas melakukan
perdagangan di wilayahnya. Mereka juga pergi ke pulau-pulau lain seperti Banda,
Ternate, Ambon, Banjarmasin, Malaka hingga ke Filipina. Beberapa daerah
tersebut tercatat dalam kitab Negarakretagama dan termasuk kategori negeri yang
menyerahkan upeti dalam sistem pertukaran Tributari (Pertukaran Barang).
Pedagang Majapahit membawa beras dan hasil bumi yang dipertukarkan dengan
barang lain seperti keramik, tekstil dan rempah-rempah.
Bidang kegiatan
perekonomian Majapahit tersebut dapat diamati dengan ditemukannya beberapa
peninggalan arkeologis yang berasal dari luar negeri seperti porselin Cina yang
sebagian besar berasal dari dinasti Song. Selain itu ditemukan juga keramik Vietnam
da keramik Thailand. Selain sistem pertukaran barang, mata uang juga telah
digunakan dalam transaksi jual beli. Jenis mata uang ini antara lain uang lokal
seperti uang gobog dan uang ma dari perak dan emas. Kepeng Cina dari dinasti
Tang, Song, Ming, dan Qing juga berlaku di Majapahit. Dlam transaksi jual beli,
alat satuan ukur seperti tibangan dari terakota dan batu juga telah dikenal.
b.
Perdagangan
Pada Masa Majapahit
Perdagangan pada masa ini berkembang pesat
dibandingkan masa-masa sebelumnya. Banyak kota-kota pelabuhan yang pada Masa
Majapahit berubah menjadi pelabuhan internasional. Misalnya Tuban, Gresik, dan
Surabaya. Kota-kota pelabuhan tersebut sering dikunjungi oleh pedagang-pedagang
dari berbagai negara seperti Arab, Persia, Turki, Cina, dan India. Berbagai macam barang yang
diperdagangkan antara lain hasil bumi, seperti beras, sirih, pinang,
buah-buahan, bawang, kapas, dan ketumbar, industri rumah tangga yng terdiri
dari perkakas dari besi dan tembaga, pakaian, payung, berbagai hewan ternak, berbagai
hasil kerajinan, garam, dan rempah-rempah. Komoditi impor di Majapahit antara
lain kain sutra dari Cina, pedang dari Timur Tengah, nila, lilin, emas, perak,
tembaga, batik, gading, dan kapur barus. Penduduk Majapahit menyukai keramik
dan manik-manik kaca dari Cina.
c.
Pertanian
pada Masa Majapahit
Jenis pertanian yang berkembang pada masa Majapahit berdasarkan data
prasasti, kaya sastra, dan relief candi dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu
pertanian basah atau sawah dan pertanian kering. Pertanian basah atau sawah ini
menggunakan irigasi yang teratur. Sedangkan pertanian kering ada pada tegalan,
ladang, atau kebun. Beberapa upaya dilakukan penguasa kerajaan untuk
meningkatkan hasil panen, dengan cara membangun waduk untuk mengatasi bahaya
banjir dan mengatur irigasi. Alat-alat pertanian yang digunakan pada masa ini
antara lain cangkul, bajak, garu, ani-ani, lesung, lumpang, alu, dan tampah.
d.
Seni
Pertunjukan Pada Masa Majapahit
Masyarakat Majapahit menikmati berbagai macam Seni
Pertunjukan yang beragam. Pertunjukan yang ada yaitu pertunjukan musik dan
tarik suara, pertunjukan wayang, pertunjukan drama boneka, pertunjukan tari,
serta pertunjukan lawak. Pada pertunjukan seni musik digunakan gamelan sebagai
pengiringnya. Gamelan terdiri dari alat musik yang beraneka ragam seperti alat
musik tiup (seruling), alat musik petik (siter, clempung, rebab), alat musik
pukul (gong, reyong), serta kendang.
Pertunjukan wayang berfungsi sebagai hiburan pelengkap dalam
suatu pesta atau hajatan. Sementara, seni pertunjukan boneka dilakukan dengan
menggunakan patung-patung terakota, mengangkat lakon dari cerita-cerita kidung.
Seni pertunjukan tari dilakukan pada saat upacara-upacara keagamaan khusus
seperti upacara ziarah. Pertunjukan lawak juga dikenal luas tidak hanya di
kalangan masyarakat saja tetapi juga umum diselenggarakan kalangan kerajaan.
e.
Organisasi
Sosial Masyarakat Majapahit
Masyarakat Majapahit merupakan masyarakat yang
heterogen khususnya dalam bidang ekonomi, sosial, maupun agama. Hal ini
menyebabkan munculnya stratifikasi sosial dalam masyarakat. Stratifikasi ini
umumnya dikaitkan dengan adanya catur asrama atau catur warna dalam tradisi
keagamaan Hindu. Catur asrama merupakan
tingkatan atau jenjang hidup yang terdiri atas:
1. Brahmacari
(masa untuk mencari ilmu pengetahuan)
2. Grhasta (masa
untuk berumah tangga)
3. Wanaprasta
(masa untuk mengundurkan diri dari kehidupan duniawi)
4. Sanyasa/Bhiksuka
(masa melepaskan diri dari kehidupan duniawi)
Catur warna yang dimaksudkan di sini adalah empat
golongan dalam masyarakat Hindu yang terdiri dari brahmana yaitu golongan yang
bertugas dan bertanggung jawab dalam masalah keagamaan, ksatria yaitu gologan
yang bertugas dalam bidang pemerintahan, waisya yaitu golongan yang
menyelenggarakan kesejahteraan melalui perekonomian, dan sudra yaitu golongan
yang menjadi pekerja.
Selain berdasarkan catur warna, masyarakat Majapahit
juga digolongkan berdasarkan nilai ekonomi dan kekuasaan yang diperoleh dalam
masyarakat. stratifikasi tersebut adalah golongan penguasa (raja dan pejabat
tinggi), golongan rohaniawan, golongan rakyat biasa, dan golongan
budak.
f. Kehidupan
Religi Masyarakat Majapahit
Kitab
Negarakretagama menjelaskan bahwa di Majapahit ada 3 pejabat pemerintah yang
memegang urusan agama yaitu Dharmadyaksa Kasewan untuk agama Siwa, Dharmadyaksa
Kasogatan untuk agama Budha dan Menteri Herhaji untuk agama Karsyan. Pejabat
itu dibantu oleh Dharma-Upapatti yang mengurusi sekte-sekte seperti
Sivasiddhanta dan Bhairawapaksa. Dikerajaan Majaphit juga berkembang agama
Karesian yang dikembangkan dalam sekolah yang dipimpin oleh pendeta (Rsi).
Dasar ajarannya adalah sekte Sivasiddhanta. Kehidupan Religius di Majapahit
mencapai tehap perkembangan yang belum pernah terjadi pada masa-masa
sebelumnya, yeitu adanya penyatuan antara agama Siwa-Budha. Pertemuan lintas
agama tersebut terjadi pada tataran agama yang tertingg, tetapi dalam
prakteknya ritual ibadah tetap terpisah.
g. Teknologi
Masyarakat Majapahit
Teknologi yang
berkembang di Majapahit sudah sangat maju dijaman itu, seperti potret
arsitektur perkotaan Majapahit tergambar dari sebuah kesaksian musafir Cina
yaitu Mahuan. Majapahit atau yang dia sebut Man-ChePo-i digambarkan sebagai
tempat tinggal raja yang dikelilingi tembok bata. Keraton tampak seperti rumah
bertingkat dan atapnya terbuat dari kayu tipis yang disusun seperti ubin
keramik. Lantainya terbuat dari papan yang ditutupi anyaman tikar pandan atau
rotan. Rumah penduduk biasa umumnya beratapkan jerami.
Bedasarkan berbagai
sumber tertulis didapatkan pula gambaran menganai tata ruang perkotaan
Majapahit. Kota Majaphit berorientasi ke utara termasuk keraton. Pemukiman
rakyat berada di selatan. Pola kota tebagi menjadi 9 zona yang dibatasi oleh
jaan-jalan yang berpotongan. Tempat tinggal raja terletak ditengah. Sedangkan
bangunan suci berada disebelah barat daya kota.
Arsitektur bangunan rumah tinggal pada
masa Majapahit dapat dibedakan dalam tiga kelompok:
1. Arsitektur
Jawa Kuno
Arsitektur Jawa Kuno mempunyai ciri:Konstruksi
bangunannya dari kayu yang merupakan tiang berdiri diatas tanah, mempunyai
kolong dan tanpa pemisah ruang. Pemisah ruang hanya dilakukan dengan menggunakan
kain atau bahan tidak permanen, yang pada siang hari dapat dilepas. Penutuyp
atap menggunakan alang-alang atau ijuk.
2. Arsitektur
Majapahit Lama
Arsitektur Majapahit Lama mempunyai ciri: konstruksi
bangunan dari kayu yang berdiri di atas batur dan belum ada pembatas yang permanen. Penutup atapnya sudah genting.
Bangunan semacam ini dapat berfungsi sebagai pendapa/balai maupun sebagai
tempat untuk beristirahat.
3. Arsitektur
Akhir Majapahit
Arsitektur Akhir Majapahit mempunyai ciri: sama
dengan ciri arsitektur Majapahit lama namun telah mempunyai pembatasyang
permanen. Bentuk-bentuk bangunan semacam
itu dapat dilihat pada beberapa relief candi di Jawa Timur dan jawa Tengah.
Namun demikian perlu diketahui bahwa
pada akhir periode Majapahit, masih dijumpai ketiga macam bangunan diatas
terutama karena adanya perbedaan fungsi bangunan yang masih digunakan pada
waktu itu.
Adanya perubahan nilai-nilai sosial dan
mulai susahnya mendapatkan bahan bangunan kayu, menjadikan bangunan- bangunan
yang menggunakan kayu untuk kolom maupun dinding secara perlahan mulai
berkurang dari perbendaharaan arsitektur Jawa. Hal ini dipercepat dengan adanya
penduduk baru dari pulau lain dan orang asing yang datang ke Majapahit dalam
rangka berdagang. Mereka mendirikan
berbagai macam bangunan yang menggunakan bahan bangunan tradisi
membangun rumah sesuai dengan kebutuhan baru sehingga bangunannya mempunyai
ciri yang berbeda. Kemudian orang Jawa meniru cara qmembangun para pedagang
baru, sehingga terjadi suatu sinkritisme arsitektur yang dapat dilihat pada
relief candi.
Masyarakat Jawa telah mempunyai tradisi
dan patokan membangun bangunan yang kuat dan mempunyai kemampuan adaptasi yang
baik sehingga perkembangan arsitektur pada zaman Majapahit dapat berkembang
dengan pesat. Kuatnya pedoman dan patokan membangun pada waktu itu,
memungkinkan pendekatan arsitektur Jawa dapat menyebar ke daerah lain terutama
ke Bali, karena Bali masih menganut kepercayaan yang sama yakni Hindu.
Arsitektur bangunan sakral pada dasarnya
tidak banyak berbeda dengan bangunan biasa. Ketiga macam bangunan di atas dapat
dilihat dalam suatu tapak, yang mempunyai aturan pengelompokan bangunnan
tersendiri. Bangunan sakral yang ada pada situs majapahit pada umumnya
mempunyai dua atau tiga halaman. Halaman pertamanya mempunyai Candi Bentar
seperti yang terdapat pada Waringin Lawang untuk kelompok bangunan sakral
Hindu. Pada kelompok bangunan sakral Budha tidak ditemukan tana-tanda adanya
candi Bentar.
h.
Pola
Keraton Majapahit
Kraton majapahit pada dasarnya dibangun
secara bertahap. Hal tersebut disesuaikan dengan pola pemukiman yang berkembang
di Jawa pada waktu itu. Bangunan tempat tinggal raja dibangun di tengah,
dikelilingi oleh rumah-rumah pengikut dan perwira setianya. Perkembengan
lingkungan selanjutnya dilakukan sesuai dengan perkembangan kekuasaan dan
kepercayaan. Dari data lapangan dapat diketahui bahwa orientasi peletakan
bangunan penting mengikuti susunan hirarki kepercayaan Hindu dan Buddha.
Diantara penulis terdahulu, ada yang berpendapat bahwa peletakan dari
bagian-bagian keraton Majapahit mengikuti patokan-patokan kota India. Hal
tersebut tidak dapat diterima karena mungkin sekali cara membangun kota
dipengaruhi oleh kepercayaan Hindu atau Buddha, namun tidak sama dengan cara
membangun kota India. Salah satu dasar orientasi yang rupanya digunakan dan
menentukan tata ruang dan letak bangunan di Majapahit dan jawa pada waktu itu
adalah pada alam sekitar seperti gunung, dataran, dan laut. Gunung disimbolkan
sebagai tempat yang suci dan laut sebagai tempat yang kurang suci.
Letak keraton Majapahit berada pada
suatu dataran rendah yang mempunyai sumber air. Laut berada di sebelah utara,
sedang gunung berada di sebelah selatan (orientasi gunung). Sehingga dapat
diperkirakan bahwa, letak fasilitas ibadah akan terletak di sebelah selatan,
sedang fasilitas kediaman raja akan ada di bagian tengah, dan bagian penerimaan
tamu atau pintu masuk berada di sebelah utara(Nagarakertagama).[6]
Pengamatan gambar tapak keraton yang
dilakukan oleh Pigeaud, Maclaine, Pont melihat adanya pembagian halaman dalam
keraton. Berpegangan pada pola jalan dapat diperkirakan bahwa keraton terbagi
dalam sembilan kotak oleh jalan-jalan yang berpotongan tegak lurus ari arah
Timur-Barat dan utara-Selatan. Karena pengembangan secara bertahap, maka kotak-kotak
tersebut tidak sama besarnya.
Kotak yang terletak di tengah
diperuntukan bagi kediaman raja. Kotak-kotak sebelah tenggara dan barat daya
diperuntukan bangunan suci. Kotak tengah di utara kediaman raja diperuntukkan
sebagai tempat raja bertemu dengan rakyatnya yang biasanya disebut Siti
Hinggil.
Tembok-tembok di Majapahit dibangun
sesuai dengan kebuytuhan, keamanan, dan pertahanan. Pembangunan tembok
dilakukan secara bertahap dimulai dari bagian tengah, sehingga akhirnya
membentuk sembilan kotak halaman yang tidak sama luasnya mengikuti pola jalan
utama dalam keraton. Bagian tengah yang merupakan bagian yang
sempitdibandingkan dengan bagian utara maupun bagian selatannya.
Kelompok-kelompok perumahan yang berada
di sekitar keraton adalah kelompok perumahan Metahun, Wengker, di sebelah timur
laut poros keraton, sedangkan di sebelah barat daya terdapat suatu kompleks
kedaton yang menurut Pigeaud adalah tempat tinggal ibunda Hayam Wuruk.[7]
Fasilitas ibadah yang berada di luar
kompleks keraton pada arah barat laut adalah kompleks Candi Berahu yang
merupakan fasilitas ibadah Buddha. Fasilitas ibadah Buddhistis berada di
sebelah barat poros utar-selatan keraton, sedangkan sebelah timur poros tersebut
adalah perletakan bangunan ibadah Hindu, hal tersebut memperkuat pendapat bahwa
fasilitas ibadah yang ada pada kotak halaman keraton sebelah tenggara adalah tempat ibadah Hindu.
Bagian utara kota darimporos timur-barat
merupakan bagian yang penting dari kota Majapahit mengingat komunikasi dengan
luar terjadi pada bagian kota tersebut. Alun-alun berada di sebelah utara
keraon begitu pula pasar dan lapangan
Bubat. Di utara lapangan Bubat terdapat pemukiman pedagang Islam, pedagang
Cina, dan lainnya yang mempunyai cara membangun rumahnya barbeda dengan rumah
asli.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pusat Informasi Majapahit atau yang lebih dikenal dengan
Museum Trowulan merupakan suatu bukti yang menggambarkan kerajaan Majapahit
jaman dahulu. Peninggalan Majapahit baik
yang tersimpan di Museum Trowulan maupun yang berada disekitar Museum Trowulan
adalah bukti kebesaran kerajaan Majapahit jaman dahulu. Peninggaan disekitar
museum Trowulan antara lain candi bajang ratu, candi brahu, candi tikus dan
kolam segaran. Sedangkan peninggalan kerajaan majapahit yang tersimpan didalam
museum trowulan seperti benda-benda dari tanah liat / terakota, benda dari logam,
benda dari batu (arca, prasasti), dan keramik, baik keramik dari dalam negeri
maupun dari luar negeri.
Melihat dari berbagai peninggalan kerajaan Majapahit maka
kita dapat melihat betapa agungnya kerajaan majapahit jaman dahulu. Seperti
melihat peniggalan keramik yang berasal dari mancanegara, hal itu menandakan
bahwa kerajaan Majapahit telah melakukan hubungan dengan negara lain baik
bidang ekonomi, sosial, politik, maupun hal lainnya. Selain itu kita juga bisa
melihat bahwa di Majapahit teknologinya juga sudah maju, dibuktikan dengan
banyaknya peninggalan dari logam yang bervariasi jenisnya. Hal itu menandakan
bahwa jaman dahulu masayarakat Majapahit telah pandai mengolah logam.
Hal lain yang membuktikan bahwa kerajaan Majapahit
merupakan kerajaan yang maju terbukti dari sketsa rekonstruksi kota Majapahit
oleh Maclaine Pont. Dari sketsa peta tersebut maka dapat diketahui bahwa kota
di Majapahit telah tersusun dengan baik. Dari berbagai peninggalan kerajaan
Majapahit baik yang tersimpan di museum Trowulan maupun yang berada disekitar
museum, maka dapat disimpulkan bahwa kerajaan Majapahit sudah sangat maju.
B.
Saran
Peninggalan kebudayaan di Indonesia ini merupakan suatu
kekayaan yang tak ternilai harganya. Seperti hal yang kita bahas diatas tentang
peninggalan kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapait merupakan kerajaan yang
terbesar di Nusantara. Sehingga susngguh suatu kesalahan yang sangat fatal bila
kita sampai melupakan peninggalan kebudayaan nenek moyang kita. Oleh karena itu
kita sebagai generasi muda Indonesia janganlah sampai melupakan peninggalan
kebudayaan nenek moyang kita. Mengikuti zaman boleh asalkan yang positif dan
tetap memegang teguh kebudayaan kita. Karena dengan mengetahui kultur
kebudayaan kita maka kita akan mengetahui jati diri kita sebagai bangsa
Indonesia atau bangsa timur. Karena dengan tidak mengetahui hal tersebut maka
kita hanya akan terbawa arus zaman yang negatif dan tidak pernah sadar bahwa kita
sesunggunya adalah bangsa timur yang menjunjung tinggi ragam kebudayaan dan
meghormati satu sama lain.
[1]
I Made Kusumajaya. Mengenal Kepurbakalaan
Majapahit di Daerah Trowulan. Hal 3.
[2]
J.Miksic, “Trowulan In Literature And Archeology” (1996).
[3]
Ibid.
[4]
G TH. Pigeaud, Java in 14th Century, A Study in Cultural Society,
The Nagarakertagama By Rakawi Prapanca of Majapahit (1963).
[5]
Michel Munoz, Paul. Kerajaan-kerajaan awal kepulauan Indonesia. 2009. Hal 405
[6] Sartono Kartodirjo,dkk,700 tahun
majapahit(1293-1993) suatu bunga rampai,1993.hal 125
[7] Sartono Kartodirjo,dkk,700 tahun
majapahit(1293-1993) suatu bunga rampai,1993.hal 127
Tidak ada komentar:
Posting Komentar